Sudah maklum bagi kita bahwa pada setiap peraturan pasti ada perintah dan larangan, dan disitu pastilah ada orang-orang yang sering kali melanggar aturan-aturan yang ada, oleh karena itu untuk menjaga kerapian aturan tersebut perlu adanya para pengawas yang berfungsi untuk menjaga keberlangsungan anturan tersebut, demikian halnya dengan peraturan yang ada di dalam agama yang mulia ini.
Alloh subhanahu wata’ala telah menurunkan agama islam yang mulia ini dengan disertai berbagai aturan yang menyempurnakannya. Karena dengan aturan, baik yang berupa perintah maupun larangan itulah agama islam ini tegak, oleh karena itu kita harus menjaga segala aturan yang ada didalamnya. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam memerintahkan kepada umatnya untuk melaksanakan amar ma’ruf dan nahi Mungkar yaitu memerintahkan manusia kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Disebutkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri rodhiyallohu’anhu pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنَ لَـمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْـمَـانِ»
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan kewajiban mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan. Bagi orang yang memiliki kekuasaan maka ia wajib merubah kemungkaran yang disaksikannya dengan menggunakan tangannya. Kemudian bagi orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka ia harus berusaha merubah kemungkaran dengan lisan atau menasihatinya. Adapun jika masih belum mampu juga, maka cukup dengan merasa tidak senang atau tidak setuju dengan kemungkaran yang dilihatnya.
Pengingkaran terhadap kemungkaran ini hukumnya wajib, karena orang yang hatinya tidak mengingkari kemungkaran, menunjukkan imannya telah hilang dari hatinya.
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah poros yang paling agung dalam agama. Ia merupakan tugas penting yang karenanya Alloh mengutus para Nabi. Andaikan tugas ini ditiadakan, maka akan muncul kerusakan di mana-mana dan dunia akan hancur.”
Amar ma’ruf nahi mungkar memiliki keutamaan yang sangat banyak, diantaranya ia termasuk kewajiban paling penting dalam Islam. Amar ma’ruf nahi mungkar juga menjadi sebab keutuhan, keselamatan dan kebaikan bagi masyarakat. Kemudian amar ma’ruf nahi mungkar juga dapat menghidupkan hati dan juga sebagai faktor yang bisa mengundang pertolongan, kemuliaan dan kekuasaan di bumi.
Selain itu, Amar ma’ruf nahi munkar juga termasuk shadaqoh. Menolak marabahaya dan orang yang mencegah dari perbuatan mungkar akan diselamatkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun akibat dan pengaruh jelek meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar yaitu akan mendapat laknat, celaan dan kehinaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Menyebabkan kerusakan semakin parah, mendapat hukuman dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala, dikuasai oleh musuh-musuh Islam, do’a tidak dikabulkan, akan dibinasakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Jatuh dalam kebinasaan dan membuat hati sakit atau bahkan mematikannya.
Para ulama telah merinci hukum tentang mengingkari kemungkaran, yaitu:
- Fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang cukup dilaksanakan oleh sebagian orang saja.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ . وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh berbuat yang ma’rûf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imron: 104)
Mengenai tafsir ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksud ayat ini ialah hendaklah ada segolongan dari umat ini yang siap memegang peran beramar ma’rûf nahi munkar.”
Oleh karena itu wajib bagi ulil amri dalam hal ini pemerintah untuk menunjuk sejumlah orang yang memiliki kemampuan dan persiapan untuk menjalankan tugas ini. Karena ada beberapa perbuatan mungkar yang tidak bisa diubah kecuali oleh sejumlah orang tertentu yang memiliki ilmu, pemahaman yang benar dan sikap yang hikmah.
- Fardhu ‘ain atau kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu.
Hal ini sebagaimana Keumuman hadits Nabi shollallohu’alaihi wasallam ‘Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.
Hadist ini menunjukkan bahwa mengingkari kemungkaran wajib atas setiap individu yang memiliki kemampuan serta mengetahui kemungkaran atau melihatnya.
Orang yang melihat kesalahan kemudian membencinya dengan hati, sama seperti orang yang tidak melihatnya namun tidak mampu mengingkarinya dengan lisan dan tangannya. Sementara orang yang tidak melihat kesalahan itu kemudian merestuinya, ia sama seperti orang yang melihatnya, namun tidak mengingkarinya padahal ia mampu mengingkarinya. Karena merestui kesalahan-kesalahan termasuk perbuatan haram yang paling buruk serta menyebabkan pengingkaran dalam hati tidak dapat dilaksanakan padahal pengingkaran dengan hati merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan tidak gugur dari siapa pun dalam semua kondisi.
Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa mengingkari kemungkaran dengan hati adalah wajib bagi setiap Muslim dalam semua kondisi, sedang mengingkarinya dengan tangan dan lidah, itu sesuai dengan kemampuan.
Pendengar yang budiman, perlu kita perhatikan, bahwa setiap manusia itu berbeda-beda tingkatannya dalam kewajiban ini. Seorang muslim wajib mengerjakan kewajiban ini sesuai kemampuannya, misalnya seorang kepala keluarga wajib memerintahkan istri dan anak-anaknya dengan perkara-perkara agama yang telah diketahuinya.
Sedang para ulama memiliki kewajiban yang tidak dimiliki selain mereka karena mereka adalah pewaris para nabi. Jika mereka meremehkan tugas ini maka berbagai kekurangan akan menimpa umat ini, sebagaimana terjadi pada Bani Isroil.
Sementara kewajiban pemerintah pada tugas ini sangat besar, karena mereka memiliki kekuatan yang dapat memaksa banyak orang untuk kembali dari kemungkaran. Apabila pemerintah menyepelekan tugas ini, maka ini merupakan bencana besar karena akan menyebabkan tersebarnya kemungkaran.
Wallohu A’lam.